WANITA DI BALIK ISTANA

WANITA DI BALIK ISTANA


“Bergembiralah wahai suamiku, Allah telah menganugerahkan sebuah perbendaharaan kepadamu… …Seorang da’i yang mengajak kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya, dia mendakwahkan keduanya. Bangkitlah! Bantulah dia!”
————————————–
Itulah penggalan kalimat motivasi dari istri Muhammad bin Saud, pendiri Kerajaan Arab Saudi, yang berhasil merambat ke sanubarinya, melahirkan semangat juang dan optimis untuk menolong dakwah tauhid yang mulia. Sang istri tidaklah dikenal, namanya tidak disematkan pada nama kerajaan sebagaimana nama sang suami. Sejarawan tidak pula mencatatnya. Ia tersembunyi sebagaimana tersembunyinya putri Syu’aib ketika mengatakan kepada ayahnya tentang Nabi Musa ‘alaihissalam:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Wahai ayahanda ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash: 26).
Ia adalah wanita shalihah. Membantu suaminya ambil bagian dalam agama, bukan berjibaku dengan dunia yang fana. Dialah yang mendorong suaminya agar membantu Muhammad bin Abdul Wahhab mendakwahkan Alquran dan sunnah di tanah Arab hingga menjadi salah satu kerajaan terbesar di dunia. Dialah wanita shalihah di balik istana Saudi Arabia.
Rihlah Dakwah Seorang Da’i Muda
Pertemuan Muhammad bin Saud dengan Muhammad bin Abdul Wahhab didahului oleh rangkaian kisah panjang yang penuh tantangan. Dahulu, saat Arab Saudi belum bernama Arab Saudi. Saat tanah jazirah Arab itu masih berupa lautan padang pasir yang luas. Belum ada gedung-gedung tinggi. Belum diketemukan minyak bumi. Wilayah itu terbagi-bagi dan masing-masing wilayah memiliki penguasa sendiri-sendiri. Hadirlah seorang da’i muda bernama Muhammad bin Abdul Wahhab berdakwah menyerukan pemurnian agama. Mengingatkan umat dari kesyirikan di saat ia telah mendarah daging dalam budaya. Mengajak masyarakat meneladni sunnah dan menjauhi hal-hal yang bukan dari agama.
Muhammad bin Abdul Wahhab memulai dakwahnya di Huraimala. Kemudian sunnatullah bagi pemegang panji tauhid pun terjadi padanya, penduduk Huraimala mengusirnya. Persis seperti ucapan Waraqah bin Naufal ketika ditanya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Apakah mereka akan mengusirku?” “Iya. Tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang engkau bawa, melainkan pasti akan mendapat cobaan, kalau seandainya aku menjumpai hari dimana kamu diusir, pasti aku akan membela serta menolongmu”. (HR. Bukhari no: 3 dan Muslim no: 160). Kemudian ia berpindah menuju Uyainah, kota kelahirannya.
Di Uyainah, Muhammad bin Abdul Wahhab disambut oleh penguasa daerah tersebut, Utsman bin Nashir bin Muammar. Utsman sangat antusias menerima Muhammad bin Abdul Wahhab dan apa yang didakwahkannya. Sehingga dakwah pun begitu diterima dan ulama muda ini pun fokus kepada pendidikan dan pembinaan umat di sana.
Tidak lama, dakwah pun tersebar di Uyainah. Masyarakat berangsur-angsur paham akan tauhid dan bahaya syirik. Dahaga kebodohan mereka sirna dengan segarnya pemahaman sunnah. Muhammad bin Abdul Wahhab tidak memulai dakwahnya dengan frontal dan tergesa-gesa. Ia memulainya dengan pendidikan dan pendekatan yang penuh hikmah. Setelah dakwah memiliki tempat di hati masyarakat, mulailah mereka sedikit demi sedikit diajak untuk menghilangkan simbol kesyirikan. 17 pohon keramat di Uyainah ditebang hingga hilang sama sekali tanpa bekas.
Proses penyebaran dakwah dan ilmu terus berlanjut. Semakin kokoh tauhid dan sunnah di hati masyarakat, maka berhala yang pamornya lebih tinggi dan lebih besar pun menjadi sasaran berikutnya untuk dihancurkan. Muhammad bin Abdul Wahhab meminta izin kepada amir Uyainah untuk menghancurkan berhala yang terbesar. Ia meminta Utsman bin Muammar agar menginstruksikan kaumnya merobohkan kubah besar di kubur Zaid bin al-Khattab di wilayah Jubail. Berangkatlah Ibnu Abdul Wahhab bersama 600 orang untuk menggusur berhala itu.
Gambar pemakaman Baqi'. Tampak pada gambar kubah-kubah besar yang dibangun di atas makam sebagai bentuk pengagungan terhadap kubur.
Gambar pemakaman Baqi’. Tampak pada gambar kubah-kubah besar yang dibangun di atas makam sebagai bentuk pengagungan terhadap kubur. Inilah pemandangan di kuburan-kuburan di Arab Saudi sebelum dakwah sunnah tersebar.
Rencana penghancuran kubah makam Zaid bin al-Khattab menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat. Karena kentalnya budaya syirik di masa itu, ketika kubah dihancurkan masyarakat khawatir akan turun hujan batu dari langit karena ‘kualat’. Lalu kubah makam pun dihancurkan dan tidak terjadi apa-apa.
Tidak ada dakwah yang berjalan mulus tanpa tantangan. Hancurnya kubah makam Zaid al-Khattab mendatangkan kemarahan para pemuja kubur di Jazirah Arab. Mulailah ancaman-ancaman dilayangkan kepada penguasa Uyainah. Penguasa Ahsa mengirim nota protes kepada Ibnu Muammar dan menekannya agar mengusir Muhammad bin Abdul Wahhab dari Uyainah. Ibnu Muammar tak bergeming, nasihat dari Muhammad bin Abdul Wahhab tetap mengokohkan pendiriannya.
Hingga akhirnya datang seorang wanita dari dekat wilayah pembenci dakwah, mengaku telah berzina. Ia meminta untuk ditegakkan had untuknya. Akhirnya setelah 4 kali meminta, Muhammad bin Abdul Wahhab menegakkan had pada sang wanita. Pergolakan pun kian membesar. Kabilah-kabilah semakin meradang. Tuntutan agar Muhammad bin Abdul Wahhab diusir dari Uyainah menjadi gelombang besar di Jazirah. Jika ia tidak diusir, maka semua kabilah akan menyerbu Uyainah. Ibnu Muammar pun tunduk. Dan Muhammad bin Abdul Wahhab diminta meninggalkan Uyainah.
Pertemuan dengan Ibnu Saud dan Peranan Istri Shalihah
Ketika keluar dari Uyainah, Muhammad bin Abdul Wahhab tidak mengetahui kemana lagi ia harus pergi. Tanah mana kira-kira yang akan menampungnya. Namun Allah tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya yang ‘menolong’ agamanya. Ia berangkat menuju Dir’iyah.
Dir’iyah adalah sebuah kampung kecil yang hanya dihuni oleh 40 rumah saja. Sebuah desa yang sekarang terletak di Barat Laut wilayah Arab Saudi ini, dipimpin oleh seorang laki-laki bernama Muhammad bin Saud.
Di kampung kecil ini, Ibnu Abdul Wahhab menginap di rumah salah satu muridnya sewaktu di Uyainah, Muhammad al-Uraini. Dan ternyata putra dari Muhammad bin Saud yang bernama Abdul Aziz juga merupakan murid Ibnu Abdul Wahhab semasa di Uyainah.
Berita kedatangan Muhammad bin Abdul Wahhab juga tidak luput dari Muhammad bin Saud. Kemudian ia, istri, dan anaknya, Abdul Aziz, datang menemuinya. Di sinilah keberkahan itu bermula. Istri Muhammad bin Saud berharap agar suaminya membantu dan menolong dakwah yang mulia ini. Ia sama sekali tidak ingin jika suaminya mengusir sang ulama sebagaimana para pemimpin sebelumnya telah melakukannya.
Ketika Muhammad bin Saud tengah bersama istrinya, sang istri mulai membuka pembicaraan. “Absyir (Bergembiralah wahai suamiku),” katanya. “Khairun. Basysyarakillahu bil Jannah (Kebaikan. Semoga Allah membuatmu bergembira dengan surga wahai istriku), balas Muhammad bin Saud.
Masya Allah.. alangkah indahnya ucapan dialog antara suami dan istri ini. Sebuah ungkapan yang menunjukkan cinta yang sejati. Mereka saling mendoakan kebaikan agar cinta mereka berkelanjutan hingga berada di surga yang abadi.
“Bergembiralah wahai suamiku, Allah telah menganugerahkan sebuah perbendaharaan kepadamu,” kata istri Muhammad bin Saud. “Apa itu?” tanyanya. “Seorang da’i yang mengajak kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya, dia mendakwahkan keduanya. Bangkitlah! Bantulah dia!”
Kemudian Muhammad bin Saud meminta agar Ibnu Abdul Wahhab didatangkan menghadapnya. Namun istri shalihah ini menasihati suaminya, “Andalah yang datang menemuinya sehingga masyarakat tahu bahwa Anda memuliakannya. Karena ilmu itu didatangi..” ujarnya.
Alangkah indahnya ucapan istri Muhammad bin Saud. Seorang istri shalihah yang tak gentar dengan risiko yang akan ia dan suaminya hadapi tatkala menolong Muhammad bin Abdul Wahhab, menolong agama Allah. Uyainah yang berpenduduk jauh lebih besar pun khawatir, namun kampung kecil dengan 40 rumah ini berani berdiri bersama sang da’i. Ia menyebut kedatangan Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai kabar gembira untuk sang suami, padahal ketakutan telah dihadapi pemimpin lainnya. Ia teguhkan suaminya menyongsong kebaikan karena ia tahu Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Benarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim).
Lihatlah keberkahan istri shalihah, istri Muhammad bin Saud. Motivasinya agar sang suami menolong dakwah kepada Alquran dan sunnah, Allah balas dengan kokohnya kekuasaan di dunia dan pahala di akhirat insya Allah. Berangkat dari kampung kecil Uyainah, kini kabilah Saud menguasai 2,149,690 km2luas permukaan bumi dengan kekayaan minyak bumi yang melimpah. Mereka tetap langgeng dan tetap memegang spirit leluhur mereka mendirikan kerajaan. Yakni dengan memperjuangkan Alquran dan sunnah.
Wanita shalihah mereka meraih surga dengan mengabdi pada suami. Kemudian memotivasi suami-suami mereka pula agar menjadikan akhirat sebagai cita-cita tertinggi. Mereka menyenangkan hati dan membuat ridha suami. Akhlak mereka adalah inner beauty yang tidak tertandingi oleh kecantikan fisik yang lebih sering dihargai materi. Memang istri Muhammad bin Saud tidak merasakan kebesaran Arab Saudi saat ini. Ia pula tidak mendapat pamrih dengan nama yang abadi. Namun ia adalah ratu sejati di balik istana Saudi. Allah tidak menyia-nyiakan jasa orang yang berbuat kebaikan.
فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90).
Rahimahumullah al-jami’…

KISAH ISTRI SOLEHAH YANG KHILAF GARA” FACEBOOK

KISAH ISTRI SOLEHAH YANG KHILAF GARA” FACEBOOK


Dikisahkan seorang pemuda saleh, Sidiq menikah dengan seorang wanita solehah, Anisah. Mereka berdua berasal dari keluarga agamis, terpandang dan mulia. Kedua belah pihak merasa sangat berbahagia dan bersyukur kepada Allah SWt. karena telah dikaruniai pasangan yang sesuai dan cocok dengan hati. Hari-hari yang mereka jalani penuh dengan keceriaan dan kemesraan.
Sidiq kesehariannya bekerja diluar rumah. Ia berangkat pada pagi hari dan pulang pada sore hari. Anisah tinggal dirumah sendirian. Untuk menghibur hati sang istri dan teman dikala kesepian Sidiq membelikan Anisah komputer. Komputer tersebut diletakkan didalam kamar dan disambungkan padanya internet. Awalnya Anisah tidak tahu apa-apa tentang komputer. Sidiqlah yang mengajarkan cara penggunaan komputer. Hingga pada akhirnya Anisah sudah biasa menggunakan komputer sendiri dengan baik.
Sehabis menyelesaikan pekerjaan rumah, Anisah memanfaatkan waktunya didepan komputer, mengakses berita dan mengikuti perkembangan dunia Islam. Waktu pun terus berjalan dan kehidupan mereka tetap harmonis dan tentram. Sehingga sampai pada suatu hari, Anisah masuk ruang chating dan disanalah ia mulai berkenalan dengan banyak orang. Awalnya hanya tanya jawab tentang nama, tempat tinggal, sehingga karena sudah keasyikan pembicaraan menjadi panjang dan lebar. Telah banyak teman dan kenalan Anisah di ruang chating. Dan setiap hari sehabis pekerjaan rumah, Anisah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk chating.
Hingga pada suatu ketika, Anisah berkenalan dengan seorang pemuda di ruang chating, namanya Fatih. Chating mereka lakukan dengan menggunakan kamera. Sehingga diantara mereka saling melihat. Awalnya pembicaran mereka hanya berkisar tanya nama, tempat tinggal dan lainnya. Namun chating ini terus berlangsung setiap hari. Sehingga timbullah rasa suka dihati Fatih pada Anisah. Ia mulai bermanis kata dan merayu. Fatih mulai berkata-kata yang membuat tersentuh hati Anisah. Setan pun tak tinggal diam. Membisikkan kedalam hati Anisah hal-hal yang tidak baik. Anisah berusaha untuk menolak dan melawannya. Namun karena mereka chating setiap hari, dengan saling melihat, akhirnya sedikit demi sedikit timbullah dihati Anisah perasaan suka pada Fatih. Sebenarnya Fatih menyukai Anisah hanya karena kecantikan wajahnya saja, rasa suka yang berlandaskan pada hasrat nafsu. Dan akhirnya Anisah juga terpedaya dengan kata-kata dan ketampanan Fatih yang menjadi teman chatingnya setiap hari tersebut.
Chating itupun terus berlangsung. Dan Sidiq tidak menaruh curiga pada Anisah. Karena ia sangat percaya pada Anisah. Dan Anisah pun sangat pandai menyimpan rahasia. Namun sesuatu yang busuk bagaimanapun pintar menyimpan akan ketahuan juga baunya. Akhirnya Sidiq mulai curiga dengan gelagat Anisah, sehingga setelah ia selidiki akhirnya ia mengetahui bahwa Anisah telah menjalin hubungan gelap dengan seorang pemuda di ruang chating. Fatih sangat marah dan akhirnya ia menjual komputer tersebut. Dan memperingatkan Anisah untuk segera bertobat pada Allah Swt. dan meninggalkan pemuda tersebut. Anisah pun mengakui kesalahannya.
Namun, karena hati telah diberikan pada syetan dan hawa nafsu selama ini, Anisah merasa masih sulit menghilangkan bayangan Fatih dari pikirannya. Hatinya telah terpaut pada Fatih. Sehingga tanpa diketahui oleh Sidiq, Anisah menghubungi Fatih lewat telpon. Ia menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya pada Fatih dan tentang perasaannya pada Fatih. Rupanya Fatih telah berhasil menjaring mangsanya. Iapun memanfaatkan kesempatan tersebut, ia mulai merayu dan menggombal. Ia berkata,
“Kalau kamu menyukai dan mencintai saya, tinggalkanlah suamimu! Minta cerailah darinya! Saya akan datang untuk melamarmu dan kamu akan hidup tentram dan bahagia dengan saya.”
Anisah yang telah goyah dan lemah imannya ini mulai terpedaya dengan bujuk rayu dan janji-janji Fatih. Ia telah dipengaruhi oleh syetan dan nafsu, ia lebih memilih Fatih dari pada suaminya. Anisah tidak sadar bahwa syetan dan nafsu sedang menipunya dan ingin menghancurkan dirinya dan kehidupan rumah tangganya.
Akhirnya, Anisah minta cerai pada Sidiq. Dan terjadilah perceraian yang tidak diharapkan tersebut. Anisah pulang kerumah orang tuanya. Keluarganya sangat menyesalkan perceraian tersebut. Dan mulailah Anisah berhubungan dengan Fatih. Fatih sering datang kerumah Anisah dan terkadang mengajaknya keluar rumah, dengan mobil mewah yang dimiliki Fatih.
Hari dan minggu terus berganti, namun Fatih belum juga melamar Anisah. Mereka masih menjalani pacaran. Sampai pada suatu malam, Fatih mengajak Anisah menginap di sebuah hotel dan pada malam itu terjadilah perselingkuhan, terjadilah hubungan yang diharamkan oleh Allah Swt., mereka berzina. Mereka telah dikuasai oleh hasrat nafsu dan syetan.
Hari dan bulan terus berganti, tapi Fatih belum juga datang untuk melamar Anisah. Anisah sangat gelisah dan tidak bisa tenang, ia selalu diberi janji yang tak pasti. Dan sampai pada suatu hari Fatih berkata pada Anisah,
” Wahai wanita yang hina, apakah engkau mengira aku akan menikah dengan wanita seperti dirimu, tidak akan pernah! Aku tidak akan mau menikah dengan wanita murahan seperti dirimu. Engkau tidak lagi berharga, engkau adalah wanita kotor dan hina, engkau tidak layak menikah dengan pemuda terpandang seperti diriku. Aku yakin, kalau sekali sudah berkhianat, kelak engkau berkhianat lagi. Kalaupun engkau kunikahi, kelak bila engkau bertemu pemuda yang lebih ganteng dan lebih kaya dariku pasti engkau akan meninggalkan diriku, sebagaimana engkau telah meninggalkan suami mu yang baik-baik itu. Dan aku tidak mau hal itu terjadi pada diriku, sekarang pergi engkau dari sisiku! Jangan temui aku lagi, aku tidak mau lagi melihat mukamu, aku sudah muak dengan dirimu.”
Anisah pun berlalu pergi dengan membawa luka mendalam di hatinya. Hidupnya telah hancur. Masa depannya telah gelap. Ia telah salah selama ini menilai. Ia telah tertipu dan terpedaya. Penyesalan tidak ada lagi gunanya. Kembali pada suami yang pertama, tak akan mungkin suaminya mau menerima dengan keadaan dirinya saat ini, kembali pada keluarganya, ia merasa malu, ia tidak tahu harus melangkah kemana dan mengadu pada siapa. Hanya kepada Allah Swt. Mengadukan segala kelukaan dan kesalahan yang dilakukan selama ini. Anisah telah menyadari kekeliruannya dan sangat menyesal atas apa yang telah ia lakukan. Tapi, semuanya sudah terlambat.
* * *
Kisah diatas telah memberi kita pelajaran berharga, pelajaran yang sangat berguna dalam kehidupan kita. Bagaimanapun baik dan solehnya seseorang namun ia tidak akan bisa selamat dan bisa memelihara dirinya jikalau ia sendiri telah memberikan dirinya untuk di belenggu syetan dan hawa nafsu. Kisah diatas hanya satu dari puluhan dan bahkan lebih, dari kisah-kisah yang pernah terjadi. Betapa sering hubungan rumah tangga retak dan pecah karena tidak terkontrolnya dan terjaganya interaksi dengan lawan jenis.
Semoga menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi kita semua, insya Allah.
Wassalam